"Responding to the employment crisis as a dilemma and paradox for Indonesian Gen-Z youth"

From BASAsulselWiki

This is a Response to the Pemuda Bersuara Berdaya wikithon

Krisis lapangan pekerjaan telah menjadi suatu isu penting di negara negara berkembang termasuk di indonesia. Di indonesia sendiri Isu krisisnya lapangan pekerjaan ini menjadi masalah besar yang dapat mengakibatkan banyaknya pengangguran, tak lain ialah pemuda pemudi sarjanawan. Tanpa disadari, hal ini dapat menghambat cita cita negara Indonesia sendiri yakni menjadi negara maju, karena SDM sarjanawan hanya sebagai lambang semata tanpa peluang kerja. Masalah Krisis lapangan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara jumlah lapangan pekerjaan dan jumlah angkatan kerja, terlebih pemuda pemudi sarjanawan yang cenderung ingin bekerja dalam pemerintahan menimbulkan persaingan ketat dan menimbulkan perasaan dilema setiap pemuda pemudi sarjanawan, karena sulit mendapat kerja karena persaingan ketat hingga harus memaksa dan menantang diri sendiri untuk berpotensi menciptakan usaha sendiri di luar basicnya. Tingkat pengangguran di kalangan pemuda cukup tinggi, juga disebabkan oleh kurangnya keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan tingginya jumlah lulusan perguruan tinggi. Di sisi lain, banyak sektor industri yang kekurangan tenaga kerja terampil. Hal ini menciptakan ketidakcocokan antara kualifikasi yang dimiliki pemuda dan apa yang dicari oleh perusahaan. Selain itu, ada juga faktor budaya yang mempengaruhi, seperti anggapan bahwa pekerjaan di sektor formal lebih bergengsi, meskipun sektor informal juga menawarkan peluang. Krisis ini bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga mempengaruhi kesehatan mental dan masa depan generasi muda. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan sangat diperlukan untuk menciptakan solusi yang efektif, seperti program pelatihan yang terarah dan peningkatan akses ke wirausaha.

      Persoalan ketidaksesuaian antara kebutuhan industri dan kualifikasi angkatan kerja baru, terutama generasi Z, memunculkan dilema peningkatan angka pengangguran di Indonesia. Menteri ketenagakerjaan Indonesia, mengatakan bahwa statistik kelompok terbesar pengangguran adalah kelompok lulusan SMK, presentase nya yakni 8,9%. Tidak hanya itu, data BPS juga menunjukkan bahwa generasi kelahiran 1997 sampai 2010 an menjadi kontributor utama dalam pengangguran dan TPT nya 16,82%. Apindo juga melansir bahwa kelemahan muncul dalam industri padat modal dan industri padat karya dalam menyerap ketenagakerjaan. Dengan adanya data data seperti ini muncul rasa dilema dan menjadi suatu paradoks atau tantangan sehingga pemuda Gen-Z cenderung menjadi pekerja sektor informal ketimbang formal. Mereka akan menciptakan pekerjaan yang  fleksibel tanpa terikat waktu dan tempat dan mungkin bagi mereka ada kepuasan dalam penghasilan yang didapat, contohnya seperti menjadi konten kreator, youtuber, dan platform medsos lainnya. Sektor informal seperti ini bisa menjadi sebuah usaha kecil bagi Gen-Z. Melihat situasi dan perubahan gaya kerja seperti ini, semestinya ekstitensi pemerintah daerah segera memperhatikan keadaan ini. Pastinya ada dua pilihan yakni pertama, pemerintah menopang sektor informal, dengan memperkuat infrastruktur perekonomian melalui teknologi dan inovasi, meskipun teknologi dapat mengurangi kebutuhan tenaga kerja di beberapa sektor formal, inovasi juga dapat menciptakan lapangan kerja baru namun dengan konsekuensi, pajak  tidak dikenakan pada sektor informal. Atau kedua, pemerintah mesti menciptakan lapangan kerja yang produktif melalui pningkatan pendidikan dan pelatihan investasi dalam pendidikan dan pelatihan vokasional yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Program pelatihan keterampilan yang sesuai dapat membantu tenaga kerja menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi dan industri.     
Pentingnya memperhatikan isu Krisis lapangan kerja ini terutama bagi kacamata pemerintah daerah atau pemimpin daerah. Banyak yang tidak bekerja dan jadi pengangguran. Tingkat pengangguran yang tinggi dapat menyebabkan berbagai masalah sosial, termasuk kemiskinan, kriminalitas, dan masalah kesehatan mental. Perlu adanya usaha kerja sama pemerintah dalam membangun solusi yang bisa membantu menjawab rasa dilema dan paradoks pemuda Gen-Z indonesia. Jangan sampai Pengangguran adalah jawaban mutlak karena biasanya pengangguran tidak pernah dilihat sebagai masalah pada dirinya sendiri. Pengangguran dianggap sebagai suatu masalah, karena hal ini akan menciptakan masalah-masalah lainnya, seperti kemiskinan, meningkatnya kriminalitas, dan sebagainya. Dengan kata lain, pengangguran tidak pernah dilihat sebagai problem pada dirinya sendiri. Pada dirinya sendiri, pengangguran sebenarnya adalah sebuah paradoks: orang tidak bekerja, tetapi pikirannya dipenuhi dengan pekerjaan, tepatnya keinginan untuk mendapatkan pekerjaan. Olah fisik dan mental untuk mendapatkan pekerjaan sebenarnya adalah sebuah pekerjaan juga. Pernyataan common sense: pengacara (pengangguran banyak acara) menunjukkan secara persis sisi paradoks dari pengangguran. Di dalam waktu luang seorang pengangguran, pikirannya dipenuhi dengan pekerjaan. Pertanyaannya Mengapa kerja menjadi begitu penting? Apakah itu soal uang? Mungkin jawabannya ya. Akan tetapi, kita yakin, kerja itu bukan hanya soal uang, tetapi soal kepuasan yang mencakup pula soal kepercayaan, pengakuan, dan kebanggaan.

The employment crisis has become an important issue in developing countries, including Indonesia. In Indonesia itself, the issue of the job market crisis is a big problem which can result in many unemployed people, none other than young men and women with graduates. Without realizing it, this can hamper the aspirations of Indonesia itself, namely to become a developed country, because human resources for graduates are only symbols without job opportunities. Problem: The employment crisis can create an imbalance between the number of jobs and the workforce, especially young graduates who tend to want to work in government, causing intense competition and giving rise to a feeling of dilemma for every graduate student, because it is difficult to get a job because of the tight competition, so they have to force and challenge yourself to potentially create your own business beyond the basics. The unemployment rate among youth is quite high, also caused by a lack of skills that match market needs and the high number of college graduates. On the other hand, many industrial sectors lack skilled labor. This creates a mismatch between the qualifications young people have and what employers are looking for. Apart from that, there are also cultural factors that influence, such as the perception that jobs in the formal sector are more prestigious, even though the informal sector also offers opportunities. This crisis is not only an economic problem, but also affects the mental health and future of the younger generation. Therefore, collaboration between government, the private sector and educational institutions is needed to create effective solutions, such as targeted training programs and increasing access to entrepreneurship.

The problem of mismatch between industrial needs and the qualifications of the new workforce, especially generation Z, has given rise to the dilemma of increasing unemployment rates in Indonesia. The Indonesian Minister of Manpower said that the statistics for the largest group of unemployed were vocational school graduates, the percentage was 8.9%. Not only that, BPS data also shows that the generation born from 1997 to 2010 is the main contributor to unemployment and the TPT is 16.82%. Apindo also reported that weaknesses emerged in capital-intensive industries and labor-intensive industries in absorbing employment. With data like this, a sense of dilemma arises and becomes a paradox or challenge so that Gen-Z youth tend to become informal rather than formal sector workers. They will create flexible work without being bound by time and place and perhaps for them there will be satisfaction in the income they earn, for example being a content creator, YouTuber and other social media platforms. An informal sector like this can become a small business for Gen-Z. Seeing the situation and changes in work styles like this, regional government extensions should immediately pay attention to this situation. There are definitely two options, namely first, the government supports the informal sector, by strengthening economic infrastructure through technology and innovation, although technology can reduce the need for labor in some formal sectors, innovation can also create new jobs but with the consequence, taxes are not imposed on the informal sector . Or secondly, the government must create productive employment opportunities through increasing education and investment training in vocational education and training that is relevant to the needs of the job market. Appropriate skills training programs can help the workforce adapt to technological and industry changes.

The importance of paying attention to the issue of the employment crisis is especially from the perspective of regional governments or regional leaders. Many do not work and are unemployed. High unemployment rates can cause a variety of social problems, including poverty, crime, and mental health problems. There is a need for government collaborative efforts to develop solutions that can help answer the dilemmas and paradoxes of Indonesian Gen-Z youth. Don't let unemployment be the absolute answer because usually unemployment is never seen as a problem in itself. Unemployment is considered a problem, because this will create other problems, such as poverty, increased crime, and so on. In other words, unemployment is never seen as a problem in itself. In itself, unemployment is actually a paradox: people do not work, but their minds are filled with work, precisely the desire to get a job. Physical and mental exercise to get a job is actually work too. The common sense statement: lawyers (unemployment many events) shows exactly the paradoxical side of unemployment. In an unemployed person's free time, his mind is filled with work. The question is: Why is work so important? Is it about money? Maybe the answer is yes. However, we believe that work is not just about money, but about satisfaction which also includes trust, recognition and pride.

Affiliation
Universitas Bosowa
Age
22-30

What do you think about this response?

0
Vote

Comments below!


Kailacintamentari1

one month ago
Score 0++
terimakasih, infonya sangat menarik
Add your comment
BASAsulselWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.