Masalah yang diidapati oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada masa Pemilu. Berasal dari minimnya partisipasi politik yang ditunjukkan oleh anak muda. Karakter anak muda jika ditinjau berdasarkan parameter pesta demokrasi 10 tahun terakhir, mencatatkan fakta. Jika anak muda memiliki sifat yang apatis terhadap politik. Respon bodo amat yang ditunjukkan oleh anak muda, melahirkan angka Golongan putih (Golput) yang cukup tinggi. Ini menunjukkan, jika subtansi demokrasi di Indonesia masih belum cukup dipahami dengan baik oleh anak muda. Padahal, secara logika anak muda kaya akan pengetahuan dan wawasan. Pertanyaan kritisnya, apakah anak muda sengaja tidak menunjukkan wajah aslinya dalam momentum Pemilu? Apakah anak muda, perlu menunggu momen yang ideal untuk menunjukkan kekuatan partisipasi politiknya?
Anak muda dalam perspektif kebudayaan masyarakat bugis, tidak pernah diajarkan sikap makuttu. Baik itu ana’ burane’ dan juga ana’ dara. Petuah bugis telah mewariskan harta caradde, warani, malempu sibawa magetteng. Kalau anak muda tidak masseddi’ dan ma’rombongan datang di bilik suara pada tanggal 14 Februari 2024, itu artinya mereka lalai dari prinsip kecerdasan, keberanian, kepekaan, kejujuran, dan lalai akan tanggung jawabnya sebagai orang yang berkomitmen. Menyambut Pemilu 2024, wattunami anak muda menyadari pentingnya menyalurkan hak pilih di bilik suara. Karena para anak muda ji yang dapat menilai calon legislatif mana, calon presiden dan wakil presiden mana, yang layak dipilih. Berdasarkan keseriusan kandidat memperjuangkan aspirasi anak muda secara utuh dan mewakili kepentingan rakyat dengan pembuktian. Karena anak muda yang macca dan caradde adalah mereka yang menunjukkan pembuktian dari sikap dan pendiriannya melalui tindakan. Sisebbu ada, seddi gau, gau’e mappannessa.
Enable comment auto-refresher