Emergency Sexual Violence in Educational Institutions

From BASAsulselWiki
20220801T130214280Z660948.jpeg
Photo credit
Contributor


Add your comment
BASAsulselWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.

Description


English

Emergency Sexual Violence in Educational Institutions

Lately, sexual violence has become a hot topic in society. Komnas Perempuan in its annual records (Catahu) from 2015-2021 shows that educational institutions rank first in sexual violence against women, namely 87.9%. Where universities are in the first place, namely as much as 35%. Followed by Islamic boarding school in second place, 16%. Then senior high school ranked third as much as 15%. This is very unfortunate because the institution that should be a place for studying has been turned into hell by irresponsible people. Ironically, society often blames the victims for not being able to take care of themselves or triggering that to happen. So the victim will choose to remain silent or make peace with the perpetrator rather than having to accept ridicule from the community.

Public opinion really doesn't make sense because if sexual harassment does occur because the victims themselves trigger it, such as wearing sexy and seductive clothes, then what about sexual violence that occurs in Islamic boarding schools, where female students wear hijabs that cover their entire bodies. Personally, I think this sexual violence happens a lot because there is a lot of contents on social media that can arouse sexual desire which leads to sexual violence. it can be from YouTube, TikTok, Instagram, and Facebook and it's easy to access websites that contain pornography. This is in accordance with the statement of Dr. Helmawati. She says that when the brain is overloaded with negative information, including things related to sexual behavior, then attitudes and behavior will be directed to it.

The government itself has made various efforts to overcome sexual violence, especially among educational institutions, such as making the policy of Permendikbud No. 82/2015 concerning prevention and overcoming of violence in education units as well as collaboration between the Ministry of Education and Culture and the Ministry of Religion in dealing with sexual violence. Personally, I think sexual violence can be overcome by wearing modest clothing and covering the genitals, blocking websites that contain pornography, limiting content on social media that leads to sexual behavior, providing sex education to students from an early age, conducting socialization on prevention and overcoming of sexual violence, as well as providing severe penalties for perpetrators of sexual violence.

Indonesian

Darurat Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan

Belakangan ini kekerasan seksual sedang menjadi perbincangan yang hangat di kalangan masyarakat. Komnas Perempuan dalam catatan tahunan (Catahu) dari 2015-2021 menunjukkan bahwa lembaga pendidikan menempati urutan pertama kekerasan seksual terhadap wanita yakni sebanyak 87,9%. Dimana perguruan tinggi menempati urutan pertama yakni sebanyak 35%. Disusul pesantren atau pendidikan agama Islam diurutan kedua 16%. Lalu SMA/SMK diurutan ketiga sebanyak 15%. Hal ini sangat disayangkan karena lembaga yang seharusnya menjadi tempat untuk menuntut ilmu diubah menjadi neraka oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.. Ironisnya masyarakat sering kali menyalahkan para korban yang dianggap tidak dapat menjaga diri atau memicu hal yang tidak mengenakan tersebut terjadi. Sehingga korban akan memilih diam atau berdamai dengan pelaku dari pada dia harus menerima cemoohan dari masyarakat.

Opini masyarakat sungguh tidaklah masuk akal pasalnya jika pelecehan seksual memang terjadi karena para korban sendirilah yang memicu hal tersebut, seperti memakai pakaian yang seksi dan menggoda, lalu bagaimana dengan kekerasan seksual yang terjadi di pesantren, dimana para santriwati menggunakan hijab yang menutupi seluruh tubuhnya. Menurut saya pribadi, kekerasan seksual ini banyak terjadi karena banyaknya konten di media sosial yang dapat membangkitkan hasrat seksual yang berujung pada kekerasan seksual, baik itu dari youtube, tiktok, instagram, maupun facebook serta mudahnya mengakses website-website yang mengandung pornografi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dr. Helmawati. Belian berkata bahwa apabila otak telah dijejali dengan informasi negatif , termasuk hal-hal yang berhubungan dengan perilaku seksual, dan kemudian kegiatan tersebut terus-menerus dilakukan, maka sikap dan perilaku akan terarah kepada hal tersebut.

Pemeritah sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kekerasan seksual terutama di kalangan lembaga pendidikan seperti membuat kebijakan Permendikbud No. 82/2015 tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan serta kolaborasi Kementrian Pendidikan dan Budaya dan Kementrian Agama dalam melakukan penanggulangan kekerasan seksual. Menurut saya pribadi kekerasan seksual dapat diatasi dengan menggunakan pakaian yang sopan dan menutup aurat, memblokir website yang mengandung pornografi, membatasi konten di sosial media yang mengarah kepada perilaku seksual, memberikan pendidikan seks kepada para siswa sejak dini, melakukan sosialisasi mengenai pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual, serta memberikan hukuman yang berat kepada pelaku kekerasan seksual.

Makassar

Other local Indonesian Language ( )