Pemuda dan Pemilu: Antara Apati dan Semangat "Apa Ji"

From BASAsulselWiki
Revision as of 06:18, 6 December 2023 by Ichsan ibnu (talk | contribs) (Edited automatically from page Literature Pemuda dan Pemilu: Apati dan Semangat "Apa Ji".)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
0
Vote
Photo source
Author(s)
Category
College/University
Reference
Competition
ForYourPolitics


Add your comment
BASAsulselWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.

What will happen if politics is run by young people who only care about memes and emojis rather than laws?

Description


In English

Introduction:

Elections are pivotal moments in the life of a democratic nation, and the role of youth is crucial in shaping this process. Despite the resounding echoes of democracy, questions arise about the attitude of young people: are they inclined towards apathy, or do they still harbor the "What If" spirit to contribute to change?

Youth Apathy: Many argue that a portion of the youth exhibits apathy towards the electoral process. Factors such as distrust in the political system, a lack of youth representation in the political arena, or even a sense of despair for desired change may trigger apathy. This phenomenon poses a threat to the democratic process, as the youth should ideally be proactive agents of change.

The Drive of the "What If" Spirit: However, on the flip side, there are youths who still maintain the "What If" (Apa Ji) spirit – the willingness to participate in the electoral process. While they may not be entirely satisfied with the existing system, they still hold the belief that change is possible through their participation. The "What If" spirit reflects a desire to seek alternative solutions and make a positive contribution to society.

Challenges of Information and Social Media: One of the challenges in shaping the youth's attitude towards elections is the fluctuation of information in the digital era and on social media. Inaccurate or polarized information can reinforce apathy or lead the youth towards extreme viewpoints. Therefore, it is crucial to provide critical political education and facilitate the youth's access to objective information.

Political Education and Active Participation: To keep the flame of the "What If" spirit alive, adequate political education is necessary at both formal and informal education levels. Programs that encourage active participation of youth in social and political activities can shape a more politically aware generation, conscious of their rights and responsibilities in the democratic process.

Conclusion:

Youth and elections are two interconnected elements in safeguarding the sustainability of democracy. Despite the challenges of apathy, the "What If" spirit signifies that there is hope to rekindle youth engagement in the political process. With proper political education, accurate information dissemination, and positive encouragement, the youth can become a force propelling positive change in both society and the nation.

In Indonesian

Pendahuluan:

Pemilu merupakan momen krusial dalam kehidupan demokrasi sebuah negara, dan peran pemuda sangatlah penting dalam mengisi proses ini. Meskipun begitu, di tengah gema demokrasi, timbul pertanyaan mengenai sikap pemuda: apakah mereka cenderung apatis ataukah masih menyimpan semangat "Apa Ji" untuk berkontribusi dalam perubahan?

Apati Pemuda: Banyak kalangan menilai bahwa sebagian pemuda mengalami apati terhadap proses pemilu. Faktor-faktor seperti ketidakpercayaan terhadap sistem politik, kurangnya representasi pemuda di arena politik, atau bahkan rasa putus asa terhadap perubahan yang diinginkan, menjadi pemicu apatis pemuda terhadap pemilu. Fenomena ini dapat mengancam proses demokrasi, karena pemuda seharusnya menjadi agen perubahan yang proaktif.

Dorongan Semangat "Apa Ji": Namun, di sisi lain, ada pemuda yang masih menyimpan semangat "Apa Ji" (Apa Jika) untuk ikut serta dalam proses pemilu. Mereka mungkin tidak sepenuhnya puas dengan sistem yang ada, namun tetap memiliki keyakinan bahwa dengan partisipasi mereka, perubahan bisa terjadi. Semangat "Apa Ji" mencerminkan keinginan untuk mencari solusi alternatif dan memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat.

Tantangan Informasi dan Media Sosial: Salah satu tantangan dalam membentuk sikap pemuda terhadap pemilu adalah fluktuasi informasi di era digital dan media sosial. Informasi yang tidak akurat atau terpolarisasi dapat memperkuat sikap apatis atau mengarahkan pemuda pada pandangan yang ekstrim. Oleh karena itu, penting untuk memberikan edukasi politik yang kritis dan memfasilitasi akses pemuda terhadap informasi yang objektif.

Pendidikan Politik dan Partisipasi Aktif: Agar semangat "Apa Ji" tetap berkobar, perlu adanya pendidikan politik yang memadai di tingkat pendidikan formal dan informal. Program-program yang mendorong partisipasi aktif pemuda, baik dalam kegiatan sosial maupun politik, dapat membentuk pemuda yang lebih sadar akan hak dan tanggung jawab mereka dalam proses demokrasi.

Kesimpulan:

Pemuda dan pemilu adalah dua elemen penting yang saling terkait dalam menjaga keberlanjutan demokrasi. Meskipun apati dapat menjadi tantangan, semangat "Apa Ji" menunjukkan bahwa masih ada harapan untuk menghidupkan kembali keaktifan pemuda dalam proses politik. Dengan pendidikan politik yang baik, pemberian informasi yang akurat, dan dorongan positif, pemuda dapat menjadi kekuatan yang mendorong perubahan positif dalam masyarakat dan negara.

In Makassar