Generasi milenial dan generasi Z Untuk Politik

From BASAsulselWiki
Revision as of 07:54, 6 December 2023 by Ichsan ibnu (talk | contribs) (Edited automatically from page Literature Generasi milenial dan generasi Z Untuk Politik.)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
20231206T075210264Z671636.jpeg
0
Vote
Photo source
Author(s)
Category
High School
Reference
Competition
ForYourPolitics


Add your comment
BASAsulselWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.

What will happen if politics is run by young people who only care about memes and emojis rather than laws?

Description


In English

The millennial generation and generation Z tend to be attracted to a communication style that is straightforward, honest, transparent, and does not use political terms (the terms used in politics sometimes sound complicated for some young people).

Political figures do not tell dreams, but tell real and relevant stories that show the positive impact of what has been done.

Building a narrative in such a way can make the millennial generation and generation Z remember and connect emotionally. It is worrying that political figures and state administrators fail to communicate with young people who are the largest voters in the 2024 elections.

This young generation will become apathetic and lenient towards all things political. The reason for being apathetic begins with distrust of politicians due to corruption scandals and unethical political behavior.

The next reason is that political education is still lacking. The Indonesian education system is still inadequate in providing political education, especially regarding expanding material, increasing awareness of democratic values, and overcoming disinformation.

Young people do not yet have sufficient understanding about politics and its impact on life. They become bored when many political figures develop excessive rhetoric, engage in unproductive confrontations, and form emotional opinions.

This practice is still carried out by political elites to achieve certain goals. If the old patterns are still used by political figures, teams and volunteers, the millennial generation and generation Z will only become a mine of votes.

It is very scary because the large number of millennial generations and generation Z are only being used to know why they have to participate in the 2024 elections.

Political education is important because it has an impact on society and the political system of a country. Don't forget that young people have unique characteristics.

They are often so busy with the demands of work, education and personal life that they feel they do not have enough time or energy to get involved in politics.

Although many young people may be apathetic about politics, there are many efforts to increase participation. This is done through political education, campaigns involving youth, and creating space to hear their voices.

It is important to understand why there is apathy and find ways to bring young people into a more active political process. Several figures began to promote the themes of happy politics, fun politics, and others.

The concept is centered on getting young people involved in politics in a way that is enjoyable and beneficial, thereby providing a fun and enjoyable political experience.

In Indonesian

Generasi milenial dan generasi Z cenderung tertarik dengan gaya komunikasi yang lugas, jujur, transparan, dan tidak menggunakan istilah-istilah politik (istilah yang digunakan dalam politik terkadang terdengar rumit bagi sebagian anak muda).

Tokoh politik jangan menceritakan mimpi, tetapi menyampaikan kisah nyata dan relevan yang memperlihatkan dampak positif dari yang sudah dilakukan.

Membangun narasi sedemikian rupa bisa membuat generasi milenial dan generasi Z mengingat dan terhubung secara emosional. Mengkhawatirkan apabila tokoh politik dan penyelenggara negara gagal berkomunikasi dengan anak muda sebagai pemilih terbanyak pada Pemilu 2024.

Generasi muda ini akan menjadi apatis dan luweh terhadap segala hal berbau politik. Alasan menjadi apatis diawali dari ketidakpercayaan terhadap politikus karena skandal korupsi dan perilaku politik yang tidak etis.

Alasan berikutnya pendidikan politik masih kurang. Sistem pendidikan Indonesia masih kurang memadai dalam memberikan pendidikan politik, khususnya terkait perluasan materi, peningkatan kesadaran nilai-nilai demokrasi, dan mengatasi disinformasi.

Anak muda tidak memiliki pemahaman cukup tentang politik dan dampaknya terhadap kehidupan. Mereka menjadi bosan ketika banyak tokoh politik membangun retorika yang berlebihan, melakukan konfrontasi yang tidak produktif, dan membentuk opini yang bersifat emosional.

Praktik ini masih dilakukan elite politik demi mencapai tujuan tertentu. Apabila pola-pola lama masih digunakan tokoh politik, tim, dan sukarelawan maka generasi milenial dan generasi Z hanya menjadi tambang suara.

Sangat disayangkan karena generasi milenial dan generasi Z yang jumlahnya banyak ini hanya dimanfaatkan tanpa mengetahui mengapa mereka harus berpartisipasi dalam Pemilu 2024.

Pendidikan politik menjadi penting karena berdampak pada masyarakat dan sistem politik sebuah negara. Jangan lupa bahwa anak muda memiliki karakteristik unik.

Mereka sering kali sibuk dengan tuntutan pekerjaan, pendidikan, dan kehidupan pribadi sehingga merasa tidak memiliki cukup waktu atau tenaga untuk terlibat dalam politik.

Meskipun banyak anak muda mungkin apatis terhadap politik, ada banyak upaya untuk meningkatkan partisipasi. Caranya melalui pendidikan politik, kampanye melibatkan pemuda, dan menciptakan ruang untuk mendengarkan suara mereka.

Penting untuk memahami mengapa menjadi apatis dan mencari cara membawa anak muda ke dalam proses politik yang lebih aktif. Beberapa tokoh mulai mengusung tema politik gembira, politik asyik, dan lainnya.

Konsep itu berpusat mengajak anak muda terlibat dalam politik yang bisa dinikmati dan bermanfaat sehingga memberikan pengalaman politik yang asyik dan menyenangkan.

In Makassar