Tell us about your emotional holiday moments! Post your comments here or propose a question.

3P(Pemuda pemilu politik)

20231214T144822849Z794834.jpg
0
Vote
Photo source
Galeri
Author(s)
Affiliation
Universitas Bosowa
Category
College/University
Reference
Competition
ForYourPolitics


Add your comment
BASAsulselWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.

What will happen if politics is run by young people who only care about memes and emojis rather than laws?

Description


In English

In Indonesian

Pemilu politik 2024

Pemilu 2024 akan mengubah karier politik capres/cawapres yang menang. Juga gengsi dan rezeki keluarga, kawan dan kerabat. Bagi mayoritas warga Indonesia tetap seperti biasa saja.Tidak jauh lebih baik atau buruk.Siapa pun pemenang Pemilu 2024, Indonesia tidak akan banyak berubah,Jangan berharap muluk dari kemenangan seorang capres. Tidak usah panik apabila pemenangnya capres lain. Tidak perlu menguras emosi membela satu kubu atau mengobral caci-maki pada pendukung kubu saingan.Ini bukan masalah kesopanan. Faktanya, tidak pernah ada pemilu dalam setengah abad terakhir yang membawa perubahan besar di negeri ini. Dua perubahan besar yang pernah terjadi akibat bertemunya gejolak dari dalam dan luar negeri. pertama,revolusi kemerdekaan sebagai buntut Perang Dunia Kedua dan gelombang dekolonisasi di berbagai kawasan dunia. Yang kedua, bangkitnya diktator militer Orde Baru sebagai bagian dari Perang Dingin di tingkat global.

Kata pepatah, sejarah resmi ditulis pemenang pertarungan politik. Sejarah nasional yang resmi di negeri ini dirombak dua kali, yakni sesudah revolusi kemerdekaan dan sesudah bangkitnya Orde Baru. Kedua peristiwa menghadirkan pemenang baru. Sejarah tidak dirombak besar-besaran sesudah Reformasi 1998 karena tak ada perubahan besar atau pemenang baru. Orde Baru sudah meninggalkan Indonesia, tetapi Indonesia belum meninggalkan Orde Baru.Angan-angan sesat begitu marak setiap ada pemilu dan sudah berkali-kali terbukti keliru, tetapi diulang lagi dalam pemilu berikutnya. Kini Indonesia tidak sama persis dengan masa Orde Baru. Tetapi,keduanya sering dibesar-besarkan. Selama Orde Baru berkuasa 32 tahun sudah terjadi sejumlah perubahan. Sebagian perubahan didesak keadaan. Sebagian lain siasat penguasa untuk sedikit menyenangkan masyarakat dalam negeri atau mitra internasional tanpa mengancam struktur kekuasaan. Sejumlah perubahan juga akan terjadi seandainya Reformasi 1998 tidak pernah terjadi. Perubahan kecil-kecilan begitu berlanjut hingga kini, seandainya semua pihak di negeri ini bersepakat untuk meniadakan Pemilu 2014, 2019, dan 2024.

Para capres dan cawapres Pemilu 2024 punya cacat dan keunggulan berbeda-beda. Pendukung berat mereka menyebarkan angan-angan Indonesia akan jauh lebih baik apabila yang didukung menang pemilu atau terjadi bencana jika yang menang pasangan lain. Angan-angan sesat begitu marak setiap ada pemilu dan sudah berkali-kali terbukti keliru, tetapi diulang lagi dalam pemilu berikutnya.

Dalam waktu dekat, secara makro Indonesia tidak akan jauh lebih baik atau jauh lebih buruk karena hasil sebuah pemilu. Ini kabar baik bagi yang hidupnya sudah sejahtera karena diuntungkan status quo. Mereka yang dikecewakan dan dirugikan kondisi selama ini perlu tabah atau berjuang lebih jauh.

Mengapa sulit mengharapkan pemilu berdampak besar bagi Indonesia dalam waktu dekat? Banyak faktornya. Hanya sebagian terpenting yang dapat disebut di sini. Yang pertama dan utama, presiden hasil pemilu tidak ada yang mewakili suatu kekuatan besar dan mandiri sehingga mampu membuat gebrakan besar merombak Indonesia. Siapa pun yang terpilih akan lebih bergantung pada dukungan berbagai pihak di dalam dan luar negara ketimbang sebaliknya.

Indonesia tegak berkat kerja sama berbagai pihak yang tidak saling suka dan setia. Mereka terpaksa bekerja sama seperlunya karena masing-masing terlalu kecil untuk bergerak mandiri. Kerja sama semacam ini sangat cair dan rapuh. Contoh paling gamblang adalah Presiden Jokowi dan PDI-P.

Dengan mandat ideal sebagai RI-1 dua periode berturut-turut, Jokowi tak mampu menguasai partai politiknya sendiri (PDI-P). Jangankan merombak negeri sebesar dan sekompleks Indonesia sesuai janji kampanye dulu. Sebaliknya, PDI-P tidak berdaya mengendalikan sepak terjang Jokowi sebagai kader atau petugas partai sendiri. Tetapi, tanpa Jokowi, ruang gerak PDI-P amat terbatas walau menjadi partai politik terbesar.

Di negara lain, pemilu berpeluang memberikan dampak besar karena beberapa faktor. Misalnya negara berada di titik persimpangan kritis karena perpecahan elite, ancaman dari luar atau dalam negeri. Masyarakatnya terbelah. Kubu yang bersaing dalam pemilu lumayan kuat, mewakili dua atau lebih kiblat politik yang ekstrem bertolak belakang. Pemilu belum lama ini di Spanyol, Argentina, dan Belanda contohnya. Hanya sebagian kecil kondisi semacam itu hadir di Pemilu 1955.

Dalam politik Indonesia mutakhir, makna kalah/menang atau lawan/sekutu tak pernah stabil. Elite politik sering bertukar kubu dan sikap. Sebagian pendukung mereka bisa ekstrem fanatik dalam satu pemilu, lalu mendadak ikut-ikutan berubah sikap di pemilu berikutnya. Tidak ada perbedaan besar di kalangan elite politik. Semua cari aman dan bersikap oportunis. Jangan berharap ada kejutan baru, misalnya komitmen mengatasi narasi Orde Baru tentang PKI, tuntutan kemerdekaan Papua, atau hak sipil bagi LGBTQ.


Bisa dipahami visi-misi para capres Pemilu 2024 berisi angan-angan muluk serba indah. Tidak jelas apakah visi-misi itu komitmen kepada publik dan wajib dipertanggungjawabkan pembuatnya kelak? Atau sekadar harapan tanpa kewajiban dipertanggungjawabkan?

Sama sekali tidak jelas apakah anggaran negara akan cukup mendanai pelaksanaan visi-misi itu. Jika tidak, berapa kurangnya? Dari mana dana tambahan akan dicari? Apa risikonya jika dana tambahan dari sumber tertentu dalam negeri atau asing?

Kita bersyukur Indonesia jauh lebih besar, kaya-nuansa dan nyata ketimbang ritual politik penuh drama bernama pemilu. Walau penuh kekurangan, Indonesia berhasil berpuluh tahun mempertahankan kedaulatan, pertumbuhan ekonomi, dan keutuhan bangsa. Ini bukan semata-mata atau terutama prestasi satu atau dua pemerintahan hasil pemilu. Prestasi ini kebal dari pergantian presiden.

Indonesia tegak berkat kerja sama berbagai pihak, termasuk yang korup dan yang profesional. Ada persaingan di antara elitenya. Tetapi, selama persaingan itu terbatas di antara mereka sendiri, dan selama kepentingan mereka aman, mereka bersatu menjaga kondisi yang ada dan melawan upaya perubahan besar. Tidak peduli ada pemilu atau tidak, apalagi siapa yang menang.

Pemilu 2024 akan mengubah karier politik capres/cawapres yang menang. Juga gengsi dan rezeki sanak keluarga, kawan dan kerabat terdekat. Bagi mayoritas warga, dari yang elite hingga jelata, Indonesia tetap seperti biasa saja. Tidak jauh lebih baik atau buruk.

In Makassar