pemuda dan politik : apatis atau apaji?

From BASAsulselWiki
20231111T064754175Z766813.jpeg
0
Vote
Photo source
Author(s)
Category
College/University
Reference
Competition
PemudaPemilu1


Add your comment
BASAsulselWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.

Elections: Apathy or what?

Description


In English

Youth in the World of Politics: How to Deal with Serious Problems?

Departing from the theme "Youth and Politics: Apathy or apaji", data from the Center for Strategic and International Studies (CSIS) shows that the young generation's interest in the world of politics is still very low. Only 1.1% of young people currently join a political party. Meanwhile, the percentage of young people who join youth organizations is quite large, namely 21.6%. We can prove this by the small number of young people who want to enter the world of politics or run for regional heads or members of the DPR/DPRD. If asked why? As a young person, being underestimated on the political stage is certainly one of the reasons why young people become apathetic about politics. It is still very common in Indonesia to see the younger generation as immature fruit both in terms of experience and ability to enter the world of politics. For example, we turn again to 2019 where a request for a judicial review to lower the age requirements for regional head candidates by several young politicians from the Indonesian Solidarity Party (PSI) was rejected by the Constitutional Court. In fact, every individual has the right to participate in political contestation and be elected as a state/government/political leader as long as there are no regulations that prohibit it. In fact, as a young generation, it is the limited rights due to regulatory factors that are actually problematic. On what basis? If it is due to experience, what can guarantee that experience can bring prosperity to the people? There are even some leaders who are considered experienced who have not shown very satisfactory results. In fact, assuming that it is unusual for a young person to become a leader is tantamount to marginalizing young people. The older generations who are leading today should be more sensitive to the global conditions of increasingly modern progress and not adopt leadership models according to the times. In the end, politics is a very sensitive subject to discuss. Even though political education is very common for everyone. If asked how young people can face serious problems such as climate change or the global economy? Each dreamer also has a different way of leadership, including global problems and natural ecosystems. That way, young people can of course adopt systems that are much more modern as a solution to every problem.

Many groups have proven their involvement in various aspects including providing input on programs for various issues such as disaster risk reduction, environmental damage, protection of children and women, etc.

In Indonesian

Pemuda Dalam Dunia Politik : Bagaimana Menghadapai Masalah Serius?

Berangkat dari tema “Pemuda dan Politik: Apatis atau apaji”, berdasarkan data dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan bahwa ketertarikan generasi muda terhadap dunia politik terbilang masih sangat rendah. Hanya 1,1% anak muda yang saat ini bergabung dengan partai politik. Sementara itu, persentase anak muda yang bergabung dalam organisasi kepemudaan justru cukup besar yakni 21,6%. Hal ini dapat kita buktikan dengan sedikitnya anak muda yang ingin terjun terhadap dunia politik atau mencalonkan diri sebagai kepala daerah ataupun anggota DPR/DPRD. Jika ditanya kenapa? Sebagai seorang pemuda diremehkan dipanggung politik tentu menjadi salah satu alasan mengapa pemuda menjadi apatis dengan politik. Masih sangat umum di Indonesia melihat generasi muda seperti buah yang belum matang baik dari segi pengalaman maupun kemampuan untuk terjun ke dunia politik. Sebagai contoh, kembali kita buka lembaran tahun 2019 dimana permohonan uji materi untuk menurunkan syarat usia calon kepala daerah oleh beberapa politikus muda dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Padahal setiap individu memiliki hak atas keikutsertaannya dalam kontestasi politik dan dipilih sebagai pemimpin negara/pemerintahan/politik selama tidak ada regulasi yang melarang. Justru sebagai generasi muda, adanya keterbatasan hak karena faktor regulasi itulah yang justru bermasalah. Atas dasar apa? Jika karena faktor pengalaman, hal apa yang bisa menjamin bahwa pengalaman yang mampu mensejahterakan rakyat? Bahkan terdapat beberapa pemimpin yang di anggap berpengalaman juga belum menunjukkan hasil yang begitu memuaskan. Justru dengan menganggap bahwa tidak lazim seorang pemuda menjadi pemimpin, sama halnya dengan memarjinalkan kaum muda. Generasi-generasi tua yang memimpin saat ini sudah seharusnya lebih peka terhadap kondisi global kemajuan yang semakin modern dan tidak mengadopsi model kepemimpinan sesuai zaman. Pada akhirnya, politik menjadi bahan yang sangat sensitif untuk diperbincangkan. Padahal pendidikan politik itu sangat lazim bagi setiap orang. Jika ditanya bagaimana pemuda dapat menghadapi masalah serius seperti perubahan iklim atau ekonomi global? Setiap pemimpian juga punya cara yang berbeda dalam kepemimpinannya, termasuk permasalahan global dan ekosistem alam. Dengan begitu pemuda tentu saja dapat mengadopsi sistem-sistem yang jauh lebih modern sabagi solusi dari setiap permasalahan.

Banyak kaum yang telah membuktikan keterlibatannya dalam berbagai aspek termasuk memberi masukan pada program untuk berbagai isu seperti pengurangan resiko bencana,kerusakan lingkungan, perlindungan anak dan perempuan, dll.

In Makassar