Fresh Graduate and Mental Health

From BASAsulselWiki

This is a Response to the Kesehatan wikithon

Indonesia emas 2045 adalah visi untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara maju dan sejahtera. Namun, pencapaian visi ini dihadapkan pada tantangan besar, salah satunya adalah kesehatan mental generasi muda.

Dalam beberapa dekade terakhir, kesehatan mental telah menjadi isu global yang semakin mendapat perhatian, terutama di kalangan generasi muda yang baru memasuki dunia kerja atau menghadapi realitas pasca-kampus. Sebagai fresh graduate saya melihat bahwa fase transisi ini bukan hanya sekadar perpindahan dari dunia akademik ke dunia profesional, tetapi juga periode kritis yang penuh dengan tekanan psikologis.  

Saya ingin menjabarkan beberapa problematika sebagai fresh graduate yang kesehatan mentalnya terancam :

a. Fresh graduate dibebani ekspektasi bahwa mereka harus segera mendapatkan pekerjaan tetap, memiliki gaji tinggi, dan membangun kestabilan finansial dalam waktu singkat. Ekspektasi ini bertentangan dengan realitas pasar kerja yang semakin kompetitif dan tidak selalu menyediakan kesempatan yang setara bagi semua individu.  Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2024 11,28% dari total pengangguran di Indonesia, atau 842.378 orang, merupakan lulusan D4, S1, S2, dan S3, dengan faktor utama berupa ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki dan tuntutan industri. Namun, tekanan sosial yang ada tidak mempertimbangkan dimensi struktural ini, melainkan meletakkan tanggung jawab sepenuhnya pada individu. 

b. Disisi lain, Dunia kerja modern saat ini menetapkan bahwa jam kerja panjang dan pengorbanan kehidupan pribadi adalah tanda dedikasi. Hal ini diperburuk oleh ekspektasi tidak tertulis bahwa fresh graduate harus "membayar" pengalaman dengan bekerja lebih keras tanpa kompensasi yang sepadan. Studi dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa jam kerja berlebihan secara signifikan meningkatkan risiko gangguan mental seperti kecemasan dan depresi.

c. Selain tekanan dari lingkungan fisik, fresh graduate juga menghadapi tekanan psikologis dari media sosial. Dengan algoritma yang mendorong perbandingan sosial yang tidak realistis, banyak individu merasa tertinggal ketika melihat rekan-rekan sebayanya tampak lebih sukses atau stabil secara finansial. Fenomena ini diperkuat oleh riset Ginting, S. V. B., Arifin, S., & Marintan, H. (2021), yang menyatakan bahwa konsumsi media sosial yang berlebihan berkorelasi dengan meningkatnya tingkat kecemasan dan depresi, terutama ketika individu merasa gagal memenuhi standar kesuksesan yang dikonstruksi oleh lingkungan digital.

Oleh karena itu berangkat dari beberapa masalah tersebut, solusi alternatif yang dapat diterapkan dari kacamata Fresh Graduate sebagai berikut:

a. Pemerintah dan perusahaan menerapkan jam kerja fleksibel, kebijakan anti-burnout, serta program kesejahteraan psikologis di tempat kerja. 

b. Paradigma yang menyatakan kesuksesan dengan pencapaian ekonomi yang instan perlu diubah. Pendidikan harus mulai mengajarkan bahwa perjalanan karier adalah proses yang unik bagi setiap individu, bukan perlombaan yang harus dimenangkan dengan kecepatan tertentu.

c. Pendidikan tentang penggunaan media sosial yang sehat perlu diupayakan menjadi bagian dari kurikulum formal dan non-formal.

Jika kita ingin menciptakan generasi yang lebih sehat dan produktif, maka saatnya kita berani merubah sistem dan membangun fondasi yang lebih manusiawi bagi kesejahteraan psikologis semua individu.

Affiliation
Age

What do you think about this response?

0
Vote

Comments below!


Add your comment
BASAsulselWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.