From Me, You, to Us: Creating a Mental Health-Friendly Environment
This is a Response to the Kesehatan wikithon
Era modern nu runtu' nasaba' battu'na punna berat, akkalibombang makin jadi perkara tolo’ nu tania’ bisa kapokok. Data WHO (2022) nennuruki lebih dari 1 milyar tau ri linoa mangkasa’ang gangguan akkalibombang, nasaba’ tolo’na ta’ciniang tinnajak. Ri Indonesia, 1 dari 3 anakarung mangkasa’ang gangguan akkalibombang (UNICEF, 2023). Na, pangna, stigma nasaba’ la’na tanteng ri akkalibombang mangkasa’ang ma’bettu, tania’ nasaba’ orang ta’dipa’masang tulungna, na’battu’ ri kualitas hidunna. Punna, tappasajiki mappatabe’ lingkungan nu accini’ akkalibombang, battu'na perlu nu mendesak. Lingkungan nu accini’ akkalibombang bisa kuttulai ri diri anjo, nasaba’ dakka’ ri tau patanduk, na’lakik ku tanggung jawab bersama. Mappatabe’ lingkungan nu accini’ akkalibombang, butuh langkah nu konkre’, kuttulai ri kesadaran individu "Dari'ku", nasaba' "Riko" sebagai dukungan, na'lakik "Kita" untuk kolaborasi. Jaji, lebba’na anjo, ikau bisa mappatabe’ ekosistem nu empati nasaba’ ta’peduli ri akkalibombang.
1. Dari’ku (Mulai dari Diri Sendiri): Aku nakkarasaang nappa' akkalibombang anjo paccena’ ri kesehatan fisik. Beberapa carana, misana’ self-awareness (mangenna emosi, stres, nasaba’ batasang diri), self-care (massapue waktu istirahat nasaba’ appakomai hobi), makkurang paparan nu negatif nasaba’ makkurang konsumsi berita nu mappaguru rasa negatif, nasaba’ tania’ ma’doko’ ri profesional.
2. Riko (Dukungan untuk Orang Terdekat): Ikau bisa jadi support system ri tau patanduk, misana’ mendengarkan tanpa menghakimi, manessai empati, ma’tolong, nasaba’ tania’ makkurai stigma nasaba’ diskriminasi.
3. Kita (Bersama-sama Mappatabe’ Lingkungan nu Accini’ Akkalibombang): Dari'ku nasaba' Riko atau "Kita" bisa mappatabe' lingkungan nu accini' akkalibombang melalu’ edukasi nasaba’ kesadaran, misana’ diskusi, seminar/webinar, nasaba’ massure’ media sosial. Bisa na’lakik kebijakan di sekolah, universitas, tempat kerja, atau lokasi lanya. Contonji, Mental Health Break Day, tanpa tugas tapi ada kegiatan nu fun, Digital Detox Challenge, ajak masyarakat mappatabe’ tantangan tania’ makkurai sosial media dalam waktu tertentu, nasaba’ Kampung Ramah Mental Health, dengan konseling gratis atau edukasi akkalibombang.
Tania’ tanggung jawab individu na'jaga akkalibombang, tapi butuh dukungan dari tau patanduk nasaba’ lingkungan. Punna, kuttulai ri diri anjo, nasaba’ massapue’ dukungan ri riko, nasaba’ na'lakik mappatabe’ lingkungan nu accini’ akkalibombang bersama, kita bisa bangun masyarakat nu lebbi sehat fisik nasaba’ akkalibombang.Era modern yang serba cepat dan penuh tekanan, kesehatan mental semakin menjadi isu krusial yang tidak bisa diabaikan. Data WHO (2022) menunjukkan lebih dari 1 milyar orang di dunia hidup dengan gangguan mental yang meningkat setiap tahunnya. Di indonesia sendiri 1 dari 3 remaja di Indonesia mengalami gangguan mental (UNICEF, 2023). Sayangnya, stigma dan kurangnya pemahaman tentang kesehatan mental sering kali membuat orang enggan mencari bantuan sehingga memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Lingkungan yang ramah kesehatan mental dapat dimulai dari sendiri, kemudian meluas ke orang-orang terdekat, dan akhirnya menjadi tanggung jawab bersama. Menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental, diperlukan langkah-langkah konkret yang dimulai dari kesadaran individu “saya”, dukungan kepada orang terdekat “kamu”, dan kolaborasi bersama “kita”. Dengan pendekatan ini kita dapat membangun ekosistem yang empatik dan peduli terhadap kesehatan mental.
1. Dari “Saya” (Mulai dari Diri Sendiri) : Saya harus memahami bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Beberapa cara yang bisa saya lakukan, seperti Self-awareness (mengenali emosi, stres, dan batasan diri), Self-care (meluangkan waktu untuk istirahat dan melakukan hobi), membasatasi paparan negatif dengan mengurangi konsumsi berita yang memicu perasaan negatif, dan tidak ragu mencari bantuan ke profesional.
2. Ke “Kamu” (Dukungan untuk Orang Terdekat) : Kamu bisa menjadi support system bagi orang terdekat dengan melakukan beberapa hal, seperti mendengarkan tanpa menghakimi, menunjukkan empati, menawarkan bantuan, menghindari stigma dan diskriminasi.
3. Hingga “Kita” (Bersama-sama Menciptakan Lingkungan yang Mendukung) : Saya dan Kamu atau “Kita” bisa menciptakan lingkungan yang ramah kesehatan mental dengan melakukan edukasi dan kesadaran melalui diskusi, seminar/webinar, dan memanfaatkan media sosial. Selain itu, berbagai kebijakan yang mendukung kesehatan mental dapat diimplementasikan baik di sekolah, universitas, tempat kerja, dan lainnya. Pertama, Mental Health Break Day yaitu tanpa adanya tugas, tetapi diadakan kegiatan yang sifatnya fun. Kedua, Digital Detox Challenge yaitu mengajak masyarakat mengikuti tantangan tidak menggunakan sosial media dalam waktu tertentu. Ketiga, Kampung Ramah Mental Health yang mencakup konseling gratis maupun edukasi kesehatan mental.
Menjaga kesehatan mental bukanlah tanggung jawab individu semata, tetapi juga membutuhkan dukungan dari orang terdekat dan lingkungan sekitar. Dengan dimulai dari diri sendiri, kemudian memberikan dukungan kepada orang lain, dan akhirnya bersama-sama menciptakan lingkungan yang ramah kesehatan mental, kita bisa membangun masyarakat yang lebih sehat secara fisik maupun mental.In this fast-paced and high-pressure modern era, mental health is becoming an increasingly crucial issue that cannot be ignored. WHO data (2022) shows that more than 1 billion people worldwide live with mental disorders, increasing every year. In Indonesia, 1 in 3 teenagers experience mental health issues (UNICEF, 2023). Unfortunately, stigma and a lack of understanding about mental health often make people reluctant to seek help, ultimately affecting their overall quality of life. Therefore, creating a supportive environment for mental health is no longer just an option but an urgent necessity. A mental health-friendly environment should start with oneself, extend to those closest to us, and eventually become a shared responsibility. To build such an environment, concrete steps must be taken, beginning with individual awareness ("Me"), support for others ("You"), and collective collaboration ("Us"). With this approach, we can create an ecosystem that fosters empathy and mental health awareness.
1. From "Me" (Starting with Yourself): I must recognize that mental health is just as important as physical health. Some steps I can take include self-awareness (recognizing emotions, stress, and personal limits), self-care (taking time to rest and engage in hobbies), limiting exposure to negativity by reducing consumption of distressing news, and seeking professional help when needed.
2. To "You" (Supporting Those Close to You): You can be a support system for those around you by listening without judgment, showing empathy, offering help, and avoiding stigma and discrimination.
3. Until "Us" (Together, Creating a Supportive Environment): "Me" and "You," or "Us," can create a mental health-friendly environment through education and awareness via discussions, seminars/webinars, and social media engagement. Additionally, policies that promote mental health can be implemented in schools, universities, workplaces, and beyond. For example, Mental Health Break Day, a day without assignments but filled with fun activities; Digital Detox Challenge, encouraging people to refrain from using social media for a set period; and Mental Health-Friendly Communities, providing free counseling and mental health education.
Maintaining mental health is not just an individual responsibility; it also requires support from close ones and the surrounding environment. By starting with oneself, extending support to others, and ultimately working together to build a mental health-friendly environment, we can create a society that is healthier both physically and mentally.- Affiliation
- Universitas Bosowa
- Age
- 16-21
Enable comment auto-refresher