"Uncovering the True Potential of Local Leaders: When Quality Speaks, Building Impactful Electoral Mechanisms."

From BASAsulselWiki
Revision as of 15:55, 20 October 2024 by Fiosha ZT (talk | contribs) (Created page with "{{WikithonResponse |Title bug="Mappatujung Potensi Pamimping Daera Asli: Wettu Makessingnge Mabbicara, Mabbangung Mekanisme Pilkada Iya Mabentu" |Title mak="Mappatujung Potens...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)

This is a Response to the Pemuda Bersuara Berdaya wikithon

20241020T155528379Z019937.png

Dasarnya kita semua adalah manusia yang berkebutuhan, kemudian kebutuhan kita di politisasi dengan sistem dan mekanisme hukum yang sudah disepakati sebagai norma bersanksi yang mengikat secara sah seluruh lapisan masyarakat agar bisa menjalankan kehidupan sosial dan bernegara diantara semua manusia yang mengadopsi paham dan pikirannya masing-masing. Dalam negara berbentuk republik yang demokratis dilakukan pemilihan Kepala Daerah sebagai seorang pemimpin dibutuhkan agar bisa mengayomi dan mengadili masyarakat dengan baik di tiap daerah.

Saat ini yang terlintas di benak saya ketika melintasi ratusan baliho Calon Kepala Daerah, Calon Legislator dan posisi-posisi pejabat lainnya simpel; “Mereka dipilih berdasarkan kualitasnya atau kuantitas suara pemilihnya?”. Lama kelamaan saya merasa bahwa sepertinya kita harus mulai mengsulkan mekanisme seleksi Pilkada, Caleg dan semua posisi pemerintahan yang berdasar pada kuantitas suara rakyat. Mari kita pahami bersama bahwa di dalam negara yang dikatakan demokrasi suara semua orang dianggap sama nilainya karena setiap individu memiliki hak bersuara dan partisipasi yang sama di hadapan hukum, terlepas dari posisi, latar belakang atau kemampuan intelektual individu dan hal tersebut adalah bentuk keadilan negara dalam memenuhi hak kesamaan masyarakat dalam partisipasi politiknya.

Sayangnya, kesempatan ini sangat banyak disalah gunakan oleh berbagai oknum yang mungkin sekarang kita lihat sebagai orang terpandang yang terpilih dalam proses pemilihan yang tak luput dari membeli suara, sebenarnya hal itu terjadi karena masih sangat banyak masyarakat yang apatis dan tidak menyadari bahwa hak memilih dan bersuaranya sebagai hal yang berharga dan tak dapat berdampak secara langsung terhadap kehidupan mereka, terutama kalangan menengah kebawah yang kebanyakan hak dasarnya belum terpenuhi dengan baik sehingga mereka tak meikirkan jangka panjang akan suatu hal dalam dunia politik, yang mereka pikirkan adalah bagaimana agar mereka esok hari tetap bisa makan.

Kemungkinan terburuknya ketika orang yang dipercaya memegang aspirasi rakyat, segala izin dan pembentukan regulasi yang benar-benar berdampak secara langsung dalam kehidupan rakyat menjadi individu yang menggunakan kekuasaan sebagai alat untuk menguntungkan golongan mereka dikarenakan cara mereka naik yang dikatakan tak bersih dan bebas dari pengujian kognitif atau intelektual, dikhawatirkan ketika mereka tumbuh bersama dan mandarah daging di pemerintahan kita, dengan begitu mereka akan memelihara dan memanfaatkan ketidakberdayaan masyarakat dan mengurangi kemampuan/ daya ruang mengkritisi anak-anak dengan memanfaatkan kewenangan ditangannya agar masyarakat bisa terus dikelabui. Kita tidak bisa menghindari atau betul-betul melenyapkan praktik itu karena kebanyakan dari mereka tetap melakukan kampanye politik yang sudah menjadi hak berpolitiknya sebagai warga negara selama itu terlepas dari hal-hal yang dinilai sangat menyimpang, kembali ke pertanyaan utama. Kepala Daerah dipilih berdasarkan kualitasnya atau kuantitas suara pemilihnya? Untuk saat ini mereka memang dipilih berdasarkan kuantitas yang paling dominan diantara semua kandidat dan setidaknya jika ada praktik-praktik yang tak bersih digunakan mereka yang terpilih bisa tetap berguna jika disertai dengan mekanisme pemilihan yang mengutamakan ilmu pengetahuan dan kemampuan berpikir kandidat. Wacana kasar atau Gambaran umum mekanisme seleksi; pertama-tama, untuk semua yang mau mencalonkan diberikan tes atau seleksi yang dapat menguji kemampuan penyelesaian mereka seperti pengetahuan tentang isu-isu sosial dilanjutkan dengan memberikan contoh kasus dan bagaimana dia sebagai orang yang berwenang menyelesaikannya. Dilanjutkan dengan menguji pengetahuan umum, pengetahuan di segala bidang seperti ekonomi, lingkungan, pendidikan dan kesehatan, bagaimana cara mereka menanggapi sesuatu secara lisan dan spontan,diberikan konfirmasi untuk mencalonkan hingga akhirnya mereka diberikan tanggung jawab saat semua kandidat sudah ada untuk merancang pelaksanakan program kerja yang benar-benar berdampak signifikan terhadap penduduk di daerah sebelum kandidat terpilih dan menjabat, jika diperlukan pembentukan tim khusus dari Provinsi untuk hal ini.

Harapan penulis pastinya dengan pengujian dan birokrasi yang bersih atau terbuka bagi masyarakat maka hasil dari seleksi ini akan tetap memberikan hasil yang baik bagi masyarakat siapapun kandidat yang terpilih, kita membutuhkan pemimpin yang betul-betul berkompetensi dan inovatif dalam menyelesaikan segala permasalahan dilingkup sosial. Semoga usulan ini dapat direalisasikan oleh lembaga pembentuk regulasi dan didukung oleh kepala daerah untuk calon kepala daerah berikutnya.

Essentially, we are all humans with needs, and our needs are politicized through a system and legal mechanisms that have been agreed upon as binding norms for all layers of society to enable social life and governance among all individuals who adopt their own beliefs and thoughts. In a democratic republic, the election of local leaders is necessary so that they can protect and serve the community well in each region.

What crosses my mind as I pass by hundreds of billboards for candidates for local leaders, legislators, and other positions is simple: "Are they chosen based on their quality or the quantity of votes?" Over time, I feel that we should start proposing a selection mechanism for local elections, legislative candidates, and all government positions based on the quantity of public votes.

Let us understand together that in a country that claims to be democratic, everyone's voice is considered equally valuable because every individual has the same voting rights and participation before the law, regardless of their position, background, or intellectual ability. This is a form of state justice in fulfilling the equality rights of society in political participation.

Unfortunately, this opportunity is often misused by various individuals who we might currently see as influential people selected through an election process that is not free from vote-buying. This occurs because many people are apathetic and unaware that their right to vote and be heard is valuable and can directly impact their lives, especially among the lower middle class, whose basic rights are often not well met, leading them to not think long-term about politics; their main concern is how to ensure they can eat tomorrow.

The worst-case scenario is when those trusted to uphold the aspirations of the people misuse their power to benefit their own group because their rise to power is tainted and lacks cognitive or intellectual scrutiny. There is concern that as they grow and become entrenched in our government, they will maintain and exploit the powerlessness of the community, reducing the ability of younger generations to critique by leveraging their authority to keep the public misled.

We cannot avoid or completely eliminate such practices, as many continue to engage in political campaigning, which is their right as citizens, as long as it does not involve gross misconduct. Returning to the main question: Are local leaders elected based on their quality or the quantity of votes? For now, they are indeed chosen based on the dominant quantity among all candidates, and at least if unclean practices are employed, those elected can still be beneficial if accompanied by a selection mechanism prioritizing knowledge and the candidates' thinking abilities.

A rough outline of the selection mechanism; firstly, anyone wishing to run should undergo a test or selection process that can assess their problem-solving abilities, such as knowledge of social issues, followed by case studies to demonstrate how they would address them as someone in authority. This would be followed by testing general knowledge in various fields such as economics, the environment, education, and health, assessing how they respond verbally and spontaneously. They would be confirmed to run until all candidates are present to design programs that will have a significant impact on the population in their region before they are elected and take office, potentially forming a special team from the province for this purpose.

The author's hope is that with transparent and clean testing and bureaucracy open to the public, the results of this selection will yield positive outcomes for society, regardless of which candidate is elected. We need leaders who are truly competent and innovative in addressing social issues. Hopefully, this proposal can be realized by policymakers and supported by local leaders for future candidates.

Affiliation
SMA Negeri 17 Makassar
Age
16-21

What do you think about this response?

0
Vote

Comments below!


Inceyy

2 months ago
Score 0++
terimakasih, informasi ini menarik!
Add your comment
BASAsulselWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.