Oh gosh, paying for parking again

From BASAsulselWiki
Revision as of 13:37, 18 October 2024 by Lindan (talk | contribs) (Created page with "{{WikithonResponse |Title mak=Edd bayar parkirmi sede' |Title id=Hadeh, bayar parkir lagi |Title en=Oh gosh, paying for parking again |Response mak=Makassar, sala se're kota l...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)

This is a Response to the Pemuda Bersuara Berdaya wikithon

20241018T133701341Z920332.jpg

Makassar, sala se're kota lompo siagang pusa' ekonomi ri Indonesia Timur, sanna' lompona potensina a'jari kota standar internasional. Mingka, rie' se're masala nu'kullea ampa'risi pa'mai'na pandudu'a siagang ampa'jari halang ri pa'bakkakanna anne kotaya, iamintu pila' katambangi jaina pajama parkir ilegal. Teai nasaba nomoro'na pila' katambangi, mingka nasaba' gau'-gau' tenaya na adil siagang a'rugi ri masyaraka'a. Kamma kamma anne, tukang parkir teai bawang beban keuangan untuk pandudu, mingka nakurangi tongi kenyamanan siagang keselamatang punna anggaukangi kegiatan ri kotaya.

Bayangkangi, punna rie' tau ero' angngalle doe' kas 50.000 rup battu ri ATM, napassai ke'nanga assare doe' 2.000 rupi mange ri tukang parkir. iami antu battuanna ke'nanga angngerangji bawang IDR 48.000. Manna pole Rp. 2.000 sanna' ca'dina, punna ni kalikangi siagang jama-jamang allo-alloa—ebara'na, punna rie' tau ammari-mari 10 allo-allo ri tampa' maraeng, yangasenna nia' pajama parkingna—sikontu pa'balanjaangna narapi'i Rp 20.000 untu' parkingji bawang. Anne doeka akkullei nipake untu' apa-apa la'bi a'matu-matu, pa'pada ammalli je'ne' inung, iareka nipantama' ri kaparalluang maraeng. anne iami antu beban yang tena naparallu ri warga negara yang akkulle ni hindari. Ba'lalo sanna' appakamalla'na, punna barang-barang tappela' ri tampa' parkinga, tukang parkinga biasana tena na'tanggong jawa'. Nakana ke rugi iami antu tanggung jawabna tonji. Punna kamma, apa matu-matunna a'bayara parking? Fungsi tukang parkir seharusna assarei rasa aman, mingka sitoje'-toje'na tena na kamma anjo. Sitoje'-toje'na, rie' pa'pau biasaya nipau ri siapa are tau angkua "Rp. 2.000 anre' na'kulle ampa'jari kasi-asiko." Mingka, anne doe cadia, punna nipasse're, akkullei sanna' battuangna, terutama untu' tau kelas menengah rawanganna.

Pammarenta kota makassar parallui segera angngalle tindakan tegas untu' angngewai anne masalaha. Nia siapa are solusi yang akkulle ni pertimbangkan. maka se're, pammarenta akkullei ampa'lanynya'i tukang parkir ilegal siagang napinra sistem parking siagang sistem parkir yang labbi terstruktur, ebara'na ampa'jamai tukang parkir resmi nu nibayara' lalang pajak warga negara. Kammaminjo, pandudu' a'balanja iareka ammari-mari ri tampa' tau jaia anre'mo naparallu a'bayara ongkoso parking. anne lanapa'nassaang tongi transparansi siagang akuntabilitas. pantaranganna anjo, pammarenta akkulle tongi natambai kehadiranna otoritas sangkamma polisi, jasa transportasi iareka petugas keamanan ri tampa pammantangang tau jaia. Kehadiranna ke'nanga lanapa'la'bangi keamanan siagang kenyamanan, yang sanggenna kamma-kamma anne tenapa na jamin ri tukang parkir ilegal. Punna anne nigaukang, tau jaia tena naparallu mallakki punna tappela barang-barangna iareka nakasiaki kasusaang punna a'parkir ri tampa' tau jaia. Kajariangna tukang parkir illegal rie' to'ji dampak sosialna anre' na baji'. Jai tau nakana ajari tukang parking iami antu jama-jamang gampang siagang gampang anggappa doe, tena naparallu nia tanggung jawab lompo. Kendaraan yang hanya berhenti sebentar dikenakan biaya parkir, dan ini memberikan kesan bahwa bekerja sebagai tukang parkir adalah jalan pintas untuk mendapatkan pendapatan tanpa harus bekerja keras. anne akkullei ampa lammai etika jama-jamannu siagang semangatnu untu amboyai jama-jamang labbi produktif siagang berkelanjutan.

Punna Makassar ero ajari kota kelas dunia, nampa manajemen perencanaan kota, termasuk parking, musti ni pa bajiki. Kota-kota maju ri lino umumna nia sistem transportasi umum baji siagang fasilitas parkir biasa, sa'genna pandudu'na siagang turis tena naparallu malla' ri parkir ilegal yang merugikan. Pa'le'ba'na parking ilegal siagang atorang la'bi baji' la'pa'jari bajiki citra makassar salaku kota modern siagang ramah untuk sikontu tau.

Makassar, sebagai salah satu kota terbesar dan pusat ekonomi di Indonesia Timur, memiliki potensi besar untuk menjadi kota berstandar internasional. Namun, ada satu masalah yang meresahkan warga dan menghambat perkembangan kota ini, yaitu keberadaan tukang parkir liar yang semakin marak. Bukan hanya karena jumlahnya yang bertambah, tetapi juga karena praktik yang tidak adil dan merugikan masyarakat. Saat ini, tukang parkir tidak hanya menjadi beban finansial bagi warga, tetapi juga menurunkan kenyamanan dan keamanan dalam beraktivitas di kota.

Bayangkan, ketika seseorang ingin menarik uang tunai sebesar Rp50.000 dari ATM, mereka terpaksa harus memberikan Rp2.000 kepada tukang parkir. Ini berarti mereka hanya membawa pulang Rp48.000. Meskipun Rp2.000 tampak kecil, ketika dikalikan dengan aktivitas harian—misalnya, jika seseorang berhenti 10 kali dalam sehari di lokasi berbeda yang semuanya memiliki tukang parkir—total yang dikeluarkan mencapai Rp20.000 hanya untuk parkir. Uang tersebut bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat, seperti membeli air minum, atau bahkan ditabung untuk kebutuhan lainnya. Ini menjadi beban tidak perlu bagi warga yang seharusnya bisa dihindari. Lebih meresahkan lagi, ketika terjadi kehilangan barang di area parkir, tukang parkir sering kali tidak bertanggung jawab. Mereka mengatakan bahwa kehilangan adalah tanggung jawab masing-masing. Jika demikian, apa gunanya kita membayar parkir? Fungsi tukang parkir seharusnya memberikan rasa aman, namun kenyataannya tidak seperti itu. Bahkan, ada anggapan yang sering diutarakan oleh sebagian orang bahwa "Rp2.000 tidak akan membuatmu miskin." Namun, uang kecil ini, bila diakumulasi, bisa sangat berarti, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Pemerintah Kota Makassar perlu segera mengambil langkah tegas untuk mengatasi masalah ini. Ada beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan. Pertama, pemerintah dapat meniadakan tukang parkir liar dan mengganti sistem parkir dengan yang lebih terstruktur, misalnya dengan mempekerjakan petugas parkir resmi yang dibayar melalui pajak warga. Dengan begitu, warga yang berbelanja atau sekadar singgah di tempat umum tidak perlu lagi membayar biaya parkir. Hal ini juga akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Selain itu, pemerintah juga bisa meningkatkan kehadiran pihak berwenang seperti polisi, dinas perhubungan, atau petugas keamanan di area publik. Kehadiran mereka akan meningkatkan keamanan dan kenyamanan, yang selama ini kurang dijamin oleh tukang parkir liar. Bila hal ini diterapkan, masyarakat tidak perlu khawatir akan kehilangan barang atau mengalami ketidaknyamanan saat parkir di tempat umum. Keberadaan tukang parkir liar juga memiliki dampak sosial yang tidak sehat. Banyak orang merasa bahwa menjadi tukang parkir adalah pekerjaan yang mudah dan cepat menghasilkan uang, tanpa perlu memiliki tanggung jawab besar. Kendaraan yang hanya berhenti sebentar dikenai biaya parkir, dan ini memberikan kesan bahwa pekerjaan menjadi tukang parkir adalah jalan pintas untuk mendapatkan penghasilan tanpa harus berusaha keras. Ini bisa melemahkan etos kerja dan semangat untuk mencari pekerjaan yang lebih produktif dan berkelanjutan. Jika Makassar ingin menjadi kota berkelas dunia, maka pengelolaan tata kota, termasuk parkir, harus diperbaiki. Kota-kota maju di dunia umumnya memiliki sistem transportasi publik yang baik dan fasilitas parkir yang teratur, sehingga warga dan wisatawan tidak perlu khawatir tentang parkir liar yang merugikan. Penghapusan parkir liar dan pengaturan yang lebih baik akan meningkatkan citra Makassar sebagai kota modern dan ramah bagi semua.

Sebagai penutup, mengubah Makassar dari "Kota Parkir" menjadi "Kota Dunia" bukanlah hal yang mustahil. Dengan kebijakan yang tepat dan tindakan nyata dari pemerintah, warga akan merasakan manfaat yang signifikan. Parkir yang tidak bertanggung jawab dan meresahkan harus dihilangkan, dan digantikan dengan sistem yang lebih teratur dan mendukung perkembangan kota. Ini adalah langkah penting untuk menjadikan Makassar sebagai kota yang lebih nyaman, aman, dan berkelas internasional.

Makassar, as one of the largest cities and economic hubs in Eastern Indonesia, holds significant potential to become an international standard city. However, one persistent issue is hindering the city’s development and frustrating its residents: the increasing number of illegal parking attendants. Not only has their number grown, but their practices are also unfair and burdensome to the public. Currently, parking attendants are not only a financial burden on residents, but they also reduce the convenience and security of daily activities in the city.

Imagine withdrawing Rp50,000 from an ATM, only to be forced to give Rp2,000 to a parking attendant. This means you walk away with only Rp48,000. While Rp2,000 may seem small, when multiplied by daily activities—for instance, if someone stops at 10 different locations in a day, each with a parking attendant—the total paid out reaches Rp20,000 just for parking. That money could be used for more essential things, like buying drinking water or saving for future needs. It becomes an unnecessary burden on residents that could easily be avoided. More troubling is that when valuables are lost in a parking area, the attendants often take no responsibility. They claim that any losses are the individual's responsibility. If that’s the case, what is the point of paying for parking? The role of parking attendants should be to provide security, but this is not the reality. Moreover, there’s a common sentiment among some that "Rp2,000 won’t make you poor." However, those small amounts, when accumulated, can have a significant impact, especially for lower-income communities. The Makassar city government must take immediate and decisive action to address this problem. Several solutions could be implemented. First, the government could eliminate illegal parking attendants and replace the parking system with a more structured one, such as employing official parking officers who are paid through citizens' taxes. This way, residents who shop or stop at public places would no longer have to pay parking fees. This would also increase transparency and accountability. Additionally, the government could strengthen the presence of authorities such as police, transportation officers, or security personnel in public areas. Their presence would ensure the safety and comfort that illegal parking attendants currently fail to provide. With this implemented, residents wouldn’t have to worry about losing their belongings or facing discomfort while parking in public spaces. The existence of illegal parking attendants also fosters an unhealthy social dynamic. Many people view working as a parking attendant as an easy way to make money quickly, without much responsibility. Vehicles that stop for only a moment are charged parking fees, creating the impression that working as a parking attendant is a shortcut to earning income without hard work. This can weaken the work ethic and discourage the pursuit of more productive, sustainable jobs. If Makassar wants to be a world-class city, urban management, including parking, must be improved. Major cities around the world typically have well-developed public transportation systems and organized parking facilities, so residents and tourists don’t have to worry about harmful illegal parking practices. Eliminating illegal parking and implementing better regulations would enhance Makassar’s image as a modern, welcoming city for all.

In conclusion, transforming Makassar from a “Kota Parkir” to a “Kota Dunia” is not impossible. With the right policies and real actions from the government, residents will experience significant benefits. Irresponsible and disruptive parking practices must be eliminated and replaced with an orderly system that supports the city’s growth. This is a crucial step in making Makassar a more comfortable, safe, and world-class city.

Affiliation
Universitas Negeri Makassar
Age
16-21

What do you think about this response?

0
Vote

Comments below!


Add your comment
BASAsulselWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.