Of all the places you explored this morning, which one did you think was the most interesting? Come on, tell your version!
In English
In this edition, Teman Jalan collaborated with Basa Sulsel under the theme "One Day in Makassar." My friends and I were assigned a route around Jl. Pendidikan. As we walked, we passed through Jl. Sultan Alauddin towards Jl. Rutan. At that moment, I saw the building of Campus 1 UIN Alauddin Makassar. I usually saw the building when driving, but this time it was more intense because I could see it more slowly. For a moment, the building brought back memories of my mother's youth. She used to tell me that she had an older sibling who used to study there. Then, why did my mother also come to Makassar even though she didn't go to college there? My mother helped her sibling take care of her child because her sibling had a child since college. My mother also told me about what Makassar was like back then, around the '80s/'90s. My mother always took the angkot (public transportation) to Sudiang, which was then still called the "end," because Sudiang was located at the end of Makassar, Jl. Manuruki with their many boarding houses, and she used to bathe by fetching water from the well at the boarding house she lived in. Truly, those memories made me, who pass by Jl. Manuruki almost every day, feel like I'm carrying my mother's spirit when she was young. Now, she is able to send me to college in Makassar, even though she couldn't afford to educate herself in Makassar back then. Long live, Mom.
In Makassar
Di edisi ini, Teman Jalan kerja sama dengan Basa Sulsel yang berjudul One Day in Makassar . Saya sama teman-temanku dapat jalur sekitar Jl. Pendidikan. Waktu jalan, pas lewati Jl. Sultan Alauddin ke Jl. Rutan, uwitai gedung 1nya Kampus UIN Alauddin Makassar. Biasanya, ku lihat itu gedung kalau naik motor ka, tapi pas ini saya lebih serius lihat i karena bisa ku lihat lebih lambat. Nda lama, teringatka sesuatu gara-gara itu gedung soal ceritanya Mama ku. Na cerita i, kalau dia punya daeng yang dulunya makkuliah ko situ. Lalu, magai na ikut Mama ku ikut juga ke Makassar? Mama ku dulu na bantu daengnya untuk jaga anaknya, karena daengnya ada mi anaknya sambil makkuliah. Mama ku juga maccarita bagaimana Makassar pas itu, tahun 80 90an. Mama yang selalu naik pete -pete ke Sudiang yang pas itu masih disebut ujung karena Sudiang ada di ujungnya Makassar, Jl. Manuruki yang mega ladde kos-kosnya, dan Mama yang masih cemme dengan ambil air dulu di sumur yang ada di kosnya. Tojeng, itu ingatan bikin saya yang hampir tiap hari lewati Jl. Manuruki berasa ku bawa i jiwanya Mamaku pas masih muda. Sekarang, beliau bisa mi kasi makkuliah ka di Makassar, padahal dulu nda mampu pi beliau kuliahkan dirinya sendiri di Makassar. Malampe sumanga ta, Mama.
In Indonesian
Edisi kali ini, Teman Jalan berkolaborasi dengan Basa Sulsel dengan tajuk "One Day in Makassar". Saya bersama teman-teman lainnya mendapatkan rute di sekitar Jl. Pendidikan. Saat berjalan, kami melewati Jl. Sultan Alauddin menuju Jl. Rutan. Saat itu, saya melihat gedung Kampus 1 UIN Alauddin Makassar. Saya biasanya melihat gedung tersebut saat berkendara, namun kali ini lebih intens karena dapat melihatnya lebih lambat. Sesaat, gedung tersebut membawa memori saya pada cerita Ibu saya saat muda. Beliau bercerita, jika ia punya kakak yang dulunya berkuliah di situ. Lantas, kenapa Ibu saya juga ikut ke Makassar padahal bukan beliau yang berkuliah? Ibu saya membantu kakaknya untuk menjaga anaknya, karena kakaknya telah memiliki anak sedari kuliah. Ibu saya juga menceritakan bagaimana Makassar saat itu, di sekitar tahun '80/'90an. Ibu yang selalu menaiki angkot menuju Sudiang yang saat itu masih disebut "ujung", karena Sudiang terletak di ujung Makassar, Jl. Manuruki dengan beribu kosnya, dan Ibu yang masih mandi dengan mengambil air di sumur di kos yang ia tempati. Sungguh, memori tersebut membuat saya yang hampir setiap hari melewati Jl. Manuruki seperti merasa membawa jiwa Ibu saya saat masih muda. Kini, beliau mampu menyekolahkan saya di Makassar ini, meski Ibu dulu belum mampu menyekolahkan dirinya sendiri di Makassar. Panjang umur, Ibu.
Enable comment auto-refresher